Esai

Bahagia di Tapal Batas: Orientasi Kebahagiaan Guru di Daerah Perbatasan

Semua hal yang dilakukan individu pada dasarnya berorientasi pada satu tujuan yakni, mencapai kebahagiaan. Konsep kebahagiaan memang sukar didefinisikan secara tepat karena cakupannya sangat luas. Walau demikian, kebahagiaan bisa didefinisikan berdasarkan beberapa aspek. Menurut Peterson, dkk (2005), kosep kebahagiaan dapat diartikan lewat tiga aspek yakni pleasure (kesenangan), meaning (keberartian) dan engagement (keterikatan).

Orang yang berorientasi hanya pada pleasure akan fokus pada mencari kesenangan. Bagi mereka, kebahagiaan adalah mencapai kesenangan atau kenikmatan. Aspek meaning atau kebermaknaan menunjukkan kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu karena hal yang dilakukan itu bermakna dan berarti bagi dirinya. Kebahagiaan bagi mereka adalah ketika mereka melakukan sesuatu yang bermakna dan berarti dalam hidup. Sedangkan orientasi terhadap aspek engagement atau keterhanyutan, akan fokus pada melibatkan diri dalam aktivitas yang sesuai dengan minat dan kompetensi. Bagi mereka, kebahagiaan adalah menikmati dan hanyut dalam suatu aktivitas dengan keterlibatan penuh dalam aktivitas itu.

Dalam ranah psikologi, konsep kebahagiaan termasuk dalam kajian ilmu psikologi positif. Kebahagiaan merupakan istilah umum untuk menggambarkan tujuan dari keseluruhan hidup individu (Seligman, 2005). Fave, dkk (2010), menyatakan bahwa banyak ahli psikologi positif yang masih menghadapi tantangan mendasar untuk menemukan kesepakatan mengenai terminologi kebahagiaan yang tepat. Hal ini disebabkan karena definisi kebahagiaan berasal dari tradisi filosofis yang belum dapat diuji secara valid karena kurangnya jumlah studi dan sampel yang sedikit. Selain itu, terdapat ambigu terminologi kebahagiaan yang memiliki makna ganda.

Beberapa istilah yang dapat dikatakan mirip dengan kebahagiaan antara lain kepuasan hidup (life satisfaction), kesejahteraan (well-being) dan kualitas hidup (Bekhet, Zauszniewski, & Nakhala 2008). Selain itu, kebahagiaan juga dikonseptualisasikan sebagai pengalaman batin yang positif, kesejahteraan tertinggi dan motivator utama bagi semua perilaku individu. Kebahagiaan menurut Harris (2008) memiliki dua arti, yakni pertama, kata kebahagiaan dapat mengacu pada suatu perasaan gembira, senang atau puas. Kedua, kebahagiaan adalah hidup yang penuh rasa senang dan bermakna. Kehidupan yang baik tentu lebih dari pada sekadar kehidupan yang menyenangkan. Seligman (2005) menegaskan untuk mewujudkan kebahagiaan, seorang harus memiliki perasaan positif, merasa senang pada masa sekarang dan bersikap optimis terhadap masa depan untuk mencapai kebahagiaan yang sejati (authentic) dengan memanfaatkan kekuatan karakter yang ada pada diri seseorang dalam aktivitas keseharian, pekerjaan dan pertemanan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan merupakan suatu konsep yang menggambarkan kondisi individu ketika mengarahkan perasaannya pada sesuatu yang positif dan memanfaatkan karakter positif yang dimiliki untuk memaknai peristiwa yang dijalani dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep kebahagiaan perlu diteliti lebih dalam karena kebahagiaan merupakan cita-cita tertinggi yang selalu ingin dicapai oleh semua individu dalam setiap tindakannya (Everill, 2000). Begitu pun individu yang berprofesi sebagai guru. Mereka juga memiliki harapan yang besar untuk hidup bahagia dan sejahtera. Seorang guru harus selalu bahagia dalam menjalankan profesinya agar apa yang diajarkan dapat diterima peserta didik. Guru adalah orang yang memberikan ilmu dan menjadi panutan bagi anak didiknya (Djamarah, 2000). Sistem pendidikan di Indonesia mendefinisikan guru sebagai tenaga profesional, yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah (UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas). Dalam pandangan masyarakat, guru adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat tertentu, tidak harus di lembaga pendidikan formal melainkan juga di lembaga pendidikan non formal.

Tantangan terbesar pemerintah dalam memajukan dan meratakan pendidikan yang berkeadilan adalah menjangkau wilayah pedalaman dan perbatasan, karena pembangunan pendidikan yang bermutu dan merata di seluruh pelosok Indonesia merupakan cita-cita besar yang belum terwujud. (Kompas, 31/08/2014). Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu Provinsi yang berbatasan langsung dengan Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Kualitas pendidikan di wilayah perbatasan Provinsi NTT masih tergolong rendah. Hal ini membuat keinginan untuk menjadi guru di daerah perbatasan tidak banyak diminati para lulusan Sarjana Pendidikan. (Pikiran Rakyat, 20/05/2015). Bahkan, ada guru yang tidak menjalankan tugasnya untuk mengajar di daerah perbatasan, sehingga pemerintah mengambil langkah tegas dengan memecat guru yang bersangkutan. (Kompas, 30/03/2017). Penelitian yang dilakukan Bakhet (2008) di Kanada, menunjukkan ada banyak kesulitan untuk menarik minat dan mempertahankan tenaga pendidik berkualitas di daerah pedalaman karena mereka lebih tertarik bekerja di pusat kota. Selain itu bekerja di daerah pedalaman hanya dijadikan sarana sementara untuk mendapatkan pekerjaan di perkotaan.

Guru yang telah lama mengabdi di daerah perbatasan menunjukkan bahwa mereka telah memahami integritas dan identitasnya dengan baik sebagai seorang guru. Hal ini diungkapkan oleh seorang guru yang sudah cukup lama mengajar di daerah perbatasan, yang mengatakan bahwa kebahagiaan tertinggi seorang guru adalah ketika melihat anak didiknya berhasil. Ada kepuasan hati dan kebanggaan tersendiri yang dirasakan ketika guru berhasil mendidik muridnya. Mendidik bukan saja suatu kewajiban, melainkan suatu pengabdian. Apa yang disampaikan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yun, Ding-chu, & Zhi hui (2010). Mereka mengemukakan faktor yang mendukung kebahagiaan guru ketika menjalankan tugasnya di daerah pedalaman yakni, adanya pemberian diri tanpa pamrih, pengorbanan yang ikhlas, dan hubungan interpersonal yang baik dengan anak didik. 

Kebahagiaan tentunya lebih dari sekadar pencapaian tujuan hidup, karena pada realitas yang terjadi, kebahagiaan selalu dihubungkan dengan kesehatan yang baik, kreativitas yang tinggi, memiliki tempat kerja yang menyenangkan, dan memiliki pendapatan yang besar. Oleh karenanya, kebahagiaan dapat dimaknai sebagai adanya perasaan dan emosi positif, seperti perasaan senang dan pikiran yang mengarah pada kepuasan hidup (Diner & Biswas, 2008). Kebahagiaan adalah emosi positif yang bersifat subyektif dan sangat bergantung pada suasana hati masing-masing individu. Selain itu pula, kebahagiaan juga bisa dikaitkan dengan menjalankan tugas dan tanggung jawab secara spontan dan ikhlas.

Tuntutan terbesar seorang guru saat ini adalah harus mampu menjalankan tugas secara profesional sesuai dengan kompetensi. Hal ini merupakan tanggung jawab besar sebagai konsekuensi dari profesinya. Guru yang bertugas di pedalaman perbatasan, diharapkan tidak hanya dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya seperti biasa, namun mereka juga harus siap dengan berbagai tantangan dan kesulitan. Hanya sedikit orang yang bisa dan mau menjalankan tugas di dunia yang serba terbatas. Walau demikian, fakta menunjukkan bahwa masih ada guru yang tetap menjalaninya dengan penuh semangat dan penuh dedikasi untuk mendidik anak-anak bangsa memperoleh pendidikan yang layak, berkeadilan dan berkualitas.

Ketika berbincang dengan salah seorang guru di perbatasan berinisial CBS, ditemukan bahwa kebahagiaan tidak diukur dari seberapa besar penghasilan yang diperoleh, melainkan dilihat dari seberapa kuat dan setia seorang menjalankan tanggung jawabnya dengan total. CBS, merupakan guru Sekolah Dasar (SD) bergelar Ahli Madya Pendidikan (Amd.Pd) di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Baukau-Dili Timor Leste. Sejak lepasnya Provinsi Timor-Timur dari Indonesia, CBS pindah ke daerah perbatasan Indonesia. Ia kemudian melanjutkan pendidikan Strata Satu (S-1), di Universitas Terbuka Kupang. Kini, CBS mengajar di salah satu sekolah swasta yang berada di perbatasan RI-TLS, yakni, Sekolah Dasar Katolik Wesoer, Desa Tohe, Kecamatan Raihat-Haekesak, Kabupaten Belu, Provinsi NTT. 

Kesulitan di awal penugasan sebagai guru di perbatasan memberikan kesan mendalam bagi CBS, di mana ada beberapa warga yang menolaknya namun ada juga yang menerima. Akan tetapi, hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk menjalankan tugas sebagai seorang guru. Dia meyakini bahwa segala sesuatu yang dialami berada dalam pengawasan kehendak Tuhan dan baginya tugas seorang guru merupakan tanggung jawab yang sangat mulia.

Nilai-nilai mulia keagaman seperti tanggung jawab, pengorbanan tanpa pamrih, pengabdian yang total, kesabaran, rasa syukur dan kesetiaan menjadi motivasi bagi CBS untuk tetap memiliki semangat dalam mengabdi sebagai guru di perbatasan. Selain itu, adanya keterbukaan dalam bekerja sama dengan masyarakat sekitar membuat CBS mampu menghadapi kesulitan yang beragam. CBS selalu kreatif dalam mengatasi minimnya fasilitas sarana-prasarana di sekolah maupun lingkungan sekitar sebagai bahan pembelajaran di kelas. Sebagai guru Pegawai Negeri Sipil, CBS sangat bersyukur karena bisa mendapat pekerjaan dan penghasilan untuk masa depan keluarganya. Rasa syukur itu memunculkan harapan besar bagi anak didiknya, agar apa yang sudah diusahakan dapat menjadi bekal di masa yang akan datang. Semangat yang tinggi dalam memajukan kualitas hidup masyarakat perbatasan membuatnya disenangi banyak orang.

Berdasarkan uraian ini, maka disimpulkan bahwa perasaan atau emosi positif yang dimiliki guru di perbatasan memampukan mereka bertahan pada situasi tidak menyenangkan, yang kemudian mengarahkan mereka untuk memanfaatkan dan menegembangkan segala potensi positif yang dimiliki agar dapat memenuhi tuntutan profesinya. Dengan begitu, mereka akan merasakan kebahagiaan yang tinggi ketika menjalankan tugas sebagai guru di perbatasan. Kebahagiaan pada prinsipnya didasarkan pada perasaan atau emosi positif yang terwujud dari nilai tanggung jawab, pengorbanan tanpa pamrih, pengabdian yang total, kesabaran, rasa syukur dan kesetiaan. Perasaan positif yang dimiliki guru di perbatasan memberikan kebahagiaan ketika mereka mampu menyesuaikan diri dengan keterbatasan yang ada demi mewujudkan peran dan fungsinya dalam membawa perubahan dan kemajuan di bidang pendidikan.

Hal yang perlu dicermati oleh para guru adalah mengenai kesadaran akan tugas dan tanggung jawab. Profesi guru memberikan kesempatan bagi orang untuk mewujudkan hal-hal baik dalam kehidupannya. Karena itu, seorang yang berprofesi sebagai guru harus menjalankan tugasnya semaksimal mungkin. Guru patut memaknai setiap peristiwa dalam hidupnya dengan mengarahkan perasaannya pada hal-hal positif yang diperoleh, seperti hidup bermasyarakat, terbuka terhadap orang lain, membangun kerja sama dengan semua orang dan selalu bersyukur untuk menunjang kinerjanya sebagai guru yang profesional.

Di samping itu, tugas dan tanggung jawab guru dalam mengemban misi mencerdaskan kehidupan bangsa dan membawa kemajuan bagi suatu masyarakat, haruslah di dukung dan diperhatikan dengan serius oleh dinas terkait. Dukungan pemerintah kepada guru di perbatasan dapat diwujudkan dalam bentuk pengawasan yang ketat terhadap tunjangan profesi yang diberikan. Selain itu, guru-guru baru yang akan ditugaskan di perbatasan perlu dipersiapkan secara matang dengan membentuk dan membangun pemahaman yang integral akan peran dan fungsinya di masyarakat secara umum.

______________
Wardy Kedy
Penulis
adalah alumnus Magister Psikologi di Universitas Gadjah Mada.

________________________________
Jika
kawan-kawan hendak mengirimkan tulisan untuk dimuat di bukuprogresif.com, silahkan lihat syarat dan ketentuan ini.

Untuk mendapatkan email secara otomatis dari kami jika ada tulisan terbaru di bukuprogresif.com, silahkan masukan email anda di bawah ini dan klik Subscribe. Setelah itu, kami akan mengirimkan email ke anda dan silahkan buka dan konfirmasi.

Related posts

Leave a Comment

× Ada yang bisa kami bantu?