Resensi Buku

Memperbincangkan Seksualitas: Dari Poligami, HIV/AIDS hingga LGBT

Permasalahan mengenai gender dan seksualitas merupakan isu yang selalu ada dalam setiap masyarakat. Isu ini tidak terbatas dalam suatu disiplin tertentu, tetapi mencakup sosial, politik, ekonomi, dan kesehatan. Sehingga dibutuhkan suatu kajian khusus mengenai isu gender dan seksualitas.

Gender dan seksualitas tidak terlepas dari konteks ruang dan waktu. Di Indonesia, kajian mengenai gender dan seksualitas semakin dibutuhkan mengingat banyaknya permasalahan seputar gender dan seksualitas yang masih belum dikaji secara serius. Indonesia memiliki konteksnya sendiri sehingga kajian gender dan seksualitas di Indonesia tidak bisa hanya mengikuti kajian dari luar negeri. Era Reformasi seharusnya menjadi momentum untuk membangkitkan diskursus seksualitas dalam konteks Indonesia.

Buku Seksualitas di Indonesia: Politik Seksual, Kesehatan, Keberagaman, dan Representasi memberi sumbangan khusus mengenai gender dan seksualitas yang mengangkat berbagai kasus di Indonesia. Secara garis besar, buku ini terbagi dalam 4 bagian yakni politik, kesehatan, keragaman, dan representasi. Buku ini membicarakan gender dan seksualitas dalam 4 ranah teoritis yaitu kekuasaan, resistensi, dan agensi; heteronormativitas dan queer; moralitas; dan moralitas seksual dan stigma (hal. 9-10).

Politik seksual membicarakan pengaturan seksual, politik gender, perkawinan, relasi antar gender, dan peran negara dalam isu ini (hal. 16). Seksual dilihat sebagai suatu dalam relasi yang terjadi di masyarakat. Era reformasi membuat diskursus politik di Indonesia berkembang dan semakin beragam. Namun isu gender dan seksualitas justru kerap terpinggirkan.

Pengaturan seksual ditelaah dengan konsep village biopower. Konsep ini berasal dari konsep biopower dari Foucault mengenai relasi kuasa dan keterkaitannya dengan kontrol atas tubuh. Kontrol tersebut mencakup pengaturan terhadap gender dan seksualitas. Biopower adalah digunakannya disiplin tubuh dan kontrol populasi untuk membentuk kehidupan biologis (hal. 36). Konsep village biopower berasal dari Stein yang berarti jaringan otoritas tingkat bawah, bentuk-bentuk pengetahuan, gaya penampilan dan konsep moralitas guna mengubah besarnya populasi dan kesehatan mereka (hal. 37).

Di Indonesia, terdapat kinship of shame yang menjadi village biopower dalam konteks Indonesia. Malu menjadi teknik untuk memaksa individu untuk tidak melakukan tindakan-tindakan seksual tertentu. Mekanisme kinship of shame juga disertai dengan pengawasan yang ketat dari pihak tertentu dengan tolok ukur moralitas. Namun permasalahan yang harus dikaji lebih mendalam adalah pengawasan terhadap pengawas tersebut. Bagaimana pengawas tersebut meletakkan dan mendefinisikan gender dan seksualitas justru menjadi problem lain.

Kelompok Islam konservatif di Indonesia merupakan salah satu pihak yang bisa disebut sebagai pengawas. Seperti misalnya ketika FPI melakukan demo penolakan konser Lady Gaga yang dianggap membawa nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok Islam mulai masuk dalam kontestasi gender dan seksualitas di Indonesia. Reformasi menjadi momentum bagi banyak pihak untuk mengendalikan wacana seksualitas di Indonesia pasca Orde Baru yang otoriter. Dalam konteks ini, pertetangan terjadi antara pihak yang berusaha menghilangkan hegemoni maskulinitas yang menjadi ciri khas Orde Baru. Namun kontestasi terjadi dengan kelompok Islam konservatif yang berusaha mengendalikan wacana seksualitas dari luar ranah politik formal.

Salah satu isu yang menjadi pertentangan antara kelompok Islam konservatif dengan kelompok yang berupaya menghilangkan hegemoni maskulinitas adalah isu poligami. Di era Orde Baru, poligami dilarang. Setelah keruntuhannya, terdapat beberapa kelompok yang berusaha mendukung poligami. Namun keberadaan perempuan terpinggirkan dalam pembahasan mengenai poligami. Berjalannya poligami juga tidak sesuai dengan bentuk idealnya di mana banyak terjadi kecemburuan seksual dan ketidakmampuan laki-laki mengatur keluarnganya. Hanya saja perempuan kesulitan untuk menyuarakan pendapatnya.

Kesehatan seksual juga merupakan isu penting. Pembahasan ini mencakup ODHA (Orang dengan HIV/AIDS), penanganan penyakit seksual, dan produk obat-obatan. ODHA seringkali menjadi kelompok yang terpinggirkan dan bahkan mengalami diskriminasi dan stigma yang buruk. Posisi ODHA menjadi lebih sulit dalam perkawinan dan reproduksi karena sifat HIV/AIDS yang menular. Persepsi mengenai HIV/AIDS juga kebanyakan tidak tepat. Di sini dijelaskan bagaimana pasangan antara ODHA dan non-ODHA dan bagaimana HIV/AIDS tersebut diakali, baik dalam keinginan pemenuhan kebutuhan seksual maupun keinginan memiliki anak.

Kasus spesifik  mengenai terpinggirkannya ODHA yang diangkat adalah kasus di Papua. Wanita Papua yang merupakan ODHA harus berhadapan dengan ketakutan statusnya sebagai ODHA ketahuan. Perempuan pengunungan Papua biasanya menjelaskan pemahaman subyektif tentang HIV berdasarkan nilai-nilai budaya (hal. 164). Dalam relasi mereka dengan petugas kesehatan dari luar Papua juga berbeda dengan masyarakat lain karena adanya sejarah diskriminasi rasial terhadap mereka. Kondisi ini menghambat penanganan HIV/AIDS.

Permasalahan lain adalah beragamnya seksualitas di Indonesia. Adanya kelompok-kelompok seperti interseks, gay dan lesbian, serta pekerja seks. Isu mengenai interkseks misalnya, merupakan isu yang pembahasannya mencakup budaya sekaligus kesehatan. Keduanya harus diletakkan dalam porsi yang tepat, tidak saling mendominasi. Interseks adalah saat individu memiliki perbedaan kondisi pada organ reproduksi atau seksual yang tidak sesuai dengan model binari sebagai perempuan atau laki-laki (hal. 257). Individu-individu interseks juga harus memperoleh hak-haknya.

Pekerja seks juga menjadi kelompok yang dalam berbagai pembahasannya, perspektif mereka sendiri justru diabaikan. Dalam konteks tertentu, kelompok pekerja seks muda menampakkan agensi mereka. Anak muda berusaha membentuk identitas mereka dengan menjadi pekerja seks. Dengan menjadi pekerja seks, mereka menjadi subjek. Praktik ini juga berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi dan nilai budaya lokal. Sehingga pekerja seks harus dipandang tidak hanya berbekal tolok ukur moralitas dan stigma buruk, tetapi harus disertai pembahasan komprehensif dan memperhatikan agensi mereka.

Kelompok gay dan lesbian juga memiliki agensi dalam mengidentifikasi diri mereka. Gay misalnya membentuk komunitas dimana mereka dapat mengekspresikan diri mereka secara lebih bebas. Mereka mengidentifikasi diri berbeda dalam ruang yang berbeda, yakni ruang publik dan komunitas gay. Lesbi juga membentuk komunitas. Hanya saja, lesbi memiliki keragaman identitasnya sendiri. Kedua kelompok ini menjadikan komunitas sebagai ruang khusus untuk mecegah diskriminasi masyarakat.

Pemahaman akan seksualitas juga terkait dengan representasi seksual. Masalah representasi seksualitas adalah bagaimana seksualitas ditunjukkan dalam berbagai hal seperti tari, film, maupun sastra. Dari representasi tersebut dapat dilihat wacana seksualitas seperti apa yang diajukan dalam representasi tersebut. Representasi seksual juga dapat memancing respon sehingga menciptakan diskursus baru mengenai seksualitas.

Seksualitas sebagai isu yang terpinggirkan di Indonesia sangat penting untuk dibahas. Pembahasan mengenai isu ini juga merupakan pembahasan mengenai kelompok-kelompok marjinal. Permasalahan ini juga akan ada di masa depan sehingga seksualitas tidak bisa dianggaps sebagai suatu yang statis. Seksualitas dan gender hanya merupakan garis besar yang mana terdapat banyak kasus-kasus spesifik. Buku ini memberi gambaran atas banyak kasu dengan berbagai fokus dan pendekatan yang memberi kontrbusi atas perkembangan diskursus gender dan seksualitas di Indonesia. Tapi yang paling penting adalah bahwa seksualitas dan gender bukanlah topik yang tabu melainkan penting untuk dibicarakan. Penting untuk kita membincangkan seksualitas.

_______________
Karunia Haganta
Mahasiswa di Jakarta
dapat dihubungi di karunia.haganta@gmail.com atau twitter: @karuniahaganta

________________________________
Jika
kawan-kawan hendak mengirimkan tulisan untuk dimuat di bukuprogresif.com, silahkan lihat syarat dan ketentuan ini.

Related posts

Leave a Comment

× Ada yang bisa kami bantu?