Agama dan Komunisme Tidak Bertentangan, Namun dapat Berdampingan
Komunisme merupakan salah satu ideologi yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah perkembangan dunia. Hampir separuh dunia pernah menganut ideologi ini dengan cita-cita mencapai masyarakat yang adil dan sejahtera. Namun menurut narasi sejarah Orde Baru (Orba), seringkali dikatakan bahwa komunisme adalah atheis, anti-agama, dan tidak manusiawi. Namun, benarkah demikian?
Uni Soviet yang merupakan sebuah negara berideologi komunis pertama di dunia yang terbentuk melalui revolusi Oktober 1917, bukannya melarang atau merepresi kaum beragama (seperti propaganda Orde Baru) namun memberikan kebebasan terhadap rakyatnya untuk menganut agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing (Efanov, 2018). Banyak kaum muslimin yang terlibat dalam revolusi memperjuangkan masyarakat tanpa kelas.
Revolusi Oktober 1917 membebaskan seluruh rakyat, termasuk kaum muslimin, dari belenggu penindasan Kekaisaran Tsar. Revolusi itu menaklukkan kaum feodal dan imperialis. Kaum muslimin di Uni Soviet yang pada saat Tsar berkuasa terjerat dalam cengkeraman kemiskinan, mulai menjalankan kolektivisme ekonomi setelah jatuhnya kekuasaan Tsar. Mereka menjalankan pertanian secara kolektif yang hasilnya digunakan demi kepentingan bersama (Efanov, 2018).
Untuk menjamin kemerdekaan beragama bagi warga negara, Konstitusi Uni Soviet (pasal 124) menjamin kemerdekaan beragama bagi orang-orang yang menganut kepercayaan atau orang yang beragama. Kemerdekaan terhadap kepercayaan beragama yang dijamin oleh Konstitusi Uni Soviet memungkinkan orang-orang yang beragama untuk menjalankan ibadah dan upacara-upacara agama mereka dengan bebas.
Komunisme menyebut yang diperanginya adalah sistem “kapitalisme”, Islam menggunakan istilah “mengutuk orang-orang yang menimbun harta”. Komunisme menggunakan istilah “sosialisme” sebagai pondasi awal yang ingin diwujudkan, Islam menyebut “menjadikan kaum tertindas menjadi pemimpin di bumi dan mewarisi bumi”. Komunisme bertujuan membentuk “masyarakat tanpa kelas”, Islam menyebut “masyarakat Tauhidi”. Komunisme menyebut istilah “perjuangan kelas”, Islam menyebut istilah “usaha kaum”. “Usaha” itu adalah “perjuangan”, “kaum” itu adalah “kelas”.
Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar buruh tidak diperlakukan sewenang-wenang dan zalim. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang disampaikan Abu Hurairah: “Siapa yang berlaku zalim terhadap upah seorang pekerja/buruh. Maka haram baginya bau surga (haram baginya surga).”
Nabi Muhammad begitu gamblang berupaya menyejahterakan buruh. Itu mirip seperti komunisme yang juga berupaya menyejahterakan buruh. Menurut Friedrich Engels, komunisme adalah ajaran tentang syarat-syarat pembebasan kaum buruh.
Salah satu kewajiban dalam Agama Islam adalah zakat, yaitu suatu kewajiban si kaya membagikan rezekinya kepada si miskin. Itu juga dikehendaki oleh komunisme di mana seseorang tidak boleh mengakumulasikan kekayaannya agar tidak terjadi ketimpangan.
Menurut Haji Misbach dengan mendasarkan pada Al-Qur’an, ada beberapa hal yang berkesesuaian antara islam dan komunisme. Misalnya, islam mengakui tentang nilai kemanusiaan, hal senada juga ada dalam ajaran komunisme. Ajaran-ajaran islam dan komunisme dikupas dan dipadukan oleh Haji Misbach sehingga menjadi kekuatan dan memiliki peran yang besar dalam menjawab persoalan rakyat untuk menghadapi kolonialisme di Hindia-Belanda. Kedua ideologi itu begitu kental dalam dirinya dalam semangat religiusitas untuk membebaskan rakyat dari belenggu penindasan. Ia sering mengkritik orang-orang munafik yang menggunakan islam sebagai selimut untuk memperkaya diri sendiri.
Di Amerika Latin, ada gerakan orang-orang katolik, seperti gerakan untuk pendidikan masyarakat akar rumput (di Brazil), gerakan menuntut pembagian tanah (di Nikaragua), dan Federasi Petani Kristen (di El Salvador). Pada tahun 1960-an, mereka secara aktif terjun ke dalam gerakan perjuangan rakyat miskin dengan berpegang salah satunya pada ide-ide komunisme. Di Chile, para pemimpin JUC dan Pemuda Demokratik Kristen membentuk Gerakan Aksi Rakyat Bersatu (MAPU), suatu partai politik (komunis) pada tahun 1969.
Seorang pendeta revolusioner abad XVI, Thomas Munzer membongkar kerjasama antara Gereja dan kaum penindas. Munzer tidak hanya mengembangkan sebuah teologi yang revolusioner, tetapi juga terlibat dalam perang petani. Friedrich Engels melukiskan dia sebagai seorang pendeta pertama yang mengajarkan revolusi dalam Peasant War di Jerman. Teologi Munzer sangat maju untuk ukuran waktu itu. Engels menggambarkan bahwa teologi Munzer lebih modern daripada teologi kaum komunis. Engels juga mengatakan bahwa khotbah-khotbah yang disampaikan oleh Munzer menunjukkan sifat militan dan revolusioner. Sehingga menurut Engels, agama memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kekuatan yang revolusioner dan militan.
Menurut Engels, agama memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kekuatan yang revolusioner dan militan.
Karl Marx mengatakan bahwa Agama adalah candu bagi rakyat. Harus dipahami bahwa pernyataan ini bukan berarti bahwa Karl Marx menyalahkan agama, seperti yang dikatakan banyak orang. Marx menganggap agama sebagai candu karena kaum penindas menggunakan agama untuk melanggengkan penindasan dan meninabobokan kaum tertindas.
Jadi, apakah agama adalah candu bagi rakyat atau bukan harus dilihat lebih dalam lagi. Manakala agama digunakan untuk kepentingan kapitalisme dan kolonialisme-imperialisme, maka benar agama adalah candu bagi rakyat. Tapi manakala agama digunakan untuk menghapuskan kapitalisme dan kolonialisme-imperialisme, maka agama adalah candu bagi rakyat merupakan sebuah pandangan yang keliru.
Daftar Pustaka
Anam, Munir Che. 2008. Muhammad SAW Dan Karl Marx : Tentang Masyarakat Tanpa Kelas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Efanov, Vladimir. 2018. Islam Di Negara Komunis : Kebijakan Uni Soviet Terhadap Kaum Beragama. Yogyakarta : Tanah Merah Press
Engineer, Ali Asghar. 2009. Islam Dan Teologi Pembebasan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Hiqmah, Nor. 2011. Pertarungan Islam & Komunisme Melawan Kapitalisme : Teologi Pembebasan Kyai Kiri Haji Misbach. Malang : Madani
Lowy, Michael. 2013. Teologi Pembebasan : Kritik Marxisme & Marxisme Kritis. Yogyakarta : INSISTPress
Malaka, Tan. 2018. MADILOG : Materialisme, Dialektika, Logika. Yogyakarta : NARASI
Soekarno. 2015. Nasionalisme, Islamisme, Marxisme : Pikiran-Pikiran Soekarno Muda. Bandung : SEGA ARSY
_____________
Fadil Isprayogi
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Jika kawan-kawan hendak mengirimkan tulisan untuk dimuat di bukuprogresif.com, silahkan lihat syarat dan ketentuan ini.