Resensi Buku

Diferensiasi Kelas dan Strategi Pengorganisasi Petani

Judul: Dinamika Kelas Dalam Perubahan Agraria (Edisi Revisi).
Penulis: Henry Bernstein
Penerbit: Insist Press, 2019.
Tebal: xxvii + 198 halaman.

Petani pada kenyataannya tidak homogen, akan tetapi mereka terbagi ke dalam kelas-kelas sosial. Diferensiasi kelas ini yang dibahas oleh Henry Bernstein dalam bukunya “Dinamika Kelas Dalam Perubahan Agraria.” Sebuah kajian agraria dalam lingkup global tentang dinamika produksi dan reproduksi sosial petani, termasuk tentang bagaimana petani harus mengambil pekerjaan di luar usaha tani karena usaha pertaniannya tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Pembentukan kelas-kelas sosial bagi Bernstein, terjadi semakin terfragmentasi seiring dengan lahirnya kapitalisme. Namun, perkembangan kapitalisme tersebut tidak merata dan memiliki jalur transisi yang berbeda-beda. Di sini Bernstein memberikan tiga jalur transisi agraria. Salah satunya adalah perubahan Feodalisme ke Kapitalisme di Inggris, yang melahirkan kelas pemilik tanah kapitalis, kapital agraria, dan buruh tunakisma. Jalur lain adalah jalur transisi Prusia dan Amerika, serta jalur transisi Asia.

Bernstein memaparkan bahwa perkembangan kapitalisme agraria telah membentuk diferensiasi kelas. Ia mengutip pandangan Lenin tentang kelas-kelas petani yang dibaginya menjadi tiga. Pertama, petani kaya adalah mereka yang mengakumulasi aset produksi sekaligus mereproduksi diri sebagai kapitalis dalam skala yang lebih besar, dengan terlibat dalam reproduksi yang meluas. Bagi Bernstein, kelas petani kaya ini adalah calon petani kapitalis.

Kedua, petani menengah, yaitu mereka yang mampu memproduksi kapitalnya dalam skala produksi yang sama dengan sebelumnya, dan sebagai tenaga kerja yang setara dengan konsumsi mereka (secara turun temurun)—Marx menyebutnya reproduksi sederhana. Ketiga, petani miskin, yaitu mereka yang berjuang untuk mereproduksi diri sebagai kapital, sampai harus bekerja keras memproduksi diri mereka sendiri. Kelas petani miskin harus menjual tenaga kerjanya di usaha pertanian agar dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Kelas ini yang cenderung akan menjadi kelas proletariat.

Bernstein juga menambahkan satu kelas lagi, yaitu kelas petani Marginal. Kelas ini adalah mereka yang terlalu miskin untuk bertani. Mereka tidak selalu kekurangan akses atas tanah, namun tidak memenuhi salah satu atau beberapa dari kemampuan: memiliki tanah yang cukup dengan tingkat kesuburan yang cukup bagus, kemampuan menyediakan sarana produksi yang harus ada misalnya alat pertanian dan bibit, serta kemampuan mengarahkan tenaga kerja yang memadai—bagian ini sering dipengaruhi oleh relasi gender.

Hal ini yang membedakan pandangan Lenin dengan A.V Chayanov. Bagi Chayanov dan para penerusnya, berpendapat bahwa diferensiasi kelas dan diferensiasi demografis sering terpilin secara kompleks. Chayanov mengajukan pandangan berbeda, yaitu diferensiasi demografis—perbedaan luas usaha tani pada dasarnya bersifat sementara karena dipengaruhi oleh perubahan rasio konsumen/pekerja dalam keluarga petani. Keluarga muda memulai usaha tani kecil dan berkembang sesuai dengan bertambahnya jumlah anggota keluarganya. Jika mereka menua dan anak-anak mereka merintis usahanya sendiri, luas usaha tani akan menyusut—bisa terjadi karena pewarisan kepada anak-anak mereka (selengkapnya lihat Van Der Ploeg, Petani dan Seni Bertani, ed. Indonesia 2019).

Kelas-kelas petani tersebut, bagi Bernstein, juga sudah dipengaruhi oleh aktivitas dan pendapatan di luar usaha tani. Petani kapitalis atau petani kaya sering berinvestasi pada aktivitas lain seperti berdagang, meminjamkan uang, menyewakan traktor, bahkan menyekolahkan anaknya ke kota.

Bagi petani menengah, mereka bisanya mengkombinasikan usaha taninya dengan aktivitas di luar, seperti menjadi buruh migran untuk menyokong pendapatannya. Aktivitas itu dilakukan khususnya pada saat harga input pertanian meningkat. Mereka juga kadang bertumpu pada buruh yang juga—kadang—merupakan buruh migran. Mempekerjakan buruh dilakukan untuk menutupi tenaga kerja keluarga yang mencari usaha lain di luar pertanian.

Bagi petani miskin atau petani marginal—Bernstein ternyata menyamakan dua kelas tersebut—menyambung hidup dengan menjual tenaga kerjanya. Dalam Rural Poverty Report 2001 dari IFAD yang dikutip Bernstein, menyatakan bahwa orang miskin perdesaan, hidup terutama dengan menjual tenaga kerja mereka. Walau menjadi pekerja, bukan berarti mereka benar-benar tidak memiliki tanah atau mereka masuk dalam kategori pekerja “bebas” yang tidak memiliki alat kerja.

Dalam perkembangan kapitalisme global, pekerja miskin di selatan menurut Bernstein, telah mengambil kerja upahan yang tak pasti. Upaya tersebut salah satunya adalah dengan menjadi pekerjaan informal. Di sini Bernstein mengatakan bahwa mereka telah mengusahakan sarana reproduksi dengan melintasi tempat yang berbeda; antara desa dan kota, pertanian dan non pertanian, bekerja upahan atau mempekerjakan diri sendiri. Hal ini membuat identitas sosial semakin cair dan menentang pandangan yang membakukan status antara buruh, petani, pedagang kecil, kota, pedesaan.

*** *** ***

Pandangan yang disajikan oleh Bernstein, di satu sisi bagus. Dalam ranah akademis yang teoritis, Bernstein menyajikan berbagai sudut pandang serta relasi sosial petani. Ia juga memaparkan dengan jelas keberagaman pekerjaan lain dari petani agar bisa menyambung hidup. Di sisi lain, justru menimbulkan kerumitan tersendiri dalam pengorganisasian, khususnya bila dihubungkan dengan pekerjaan lain dari petani itu sendiri.

Kerumitan tersebut muncul kemudian menimbulkan kebingungan saat akan mengelompokkan setiap orang sebagai pekerja atau petani. Apakah petani yang juga bekerja di sektor lain, misalnya buruh migran, pekerja konstruksi atau sektor informal lain, tetap dikategorikan petani atau justru menjadi buruh? Organisasi apa yang harus dibangun? Toh setiap sektor harus menggunakan pendekatan yang berbeda untuk menghidupkan kesadaran kelas massa rakyat.

Dalam pengorganisasian, bagi saya, yang harus dilihat adalah pekerjaan pokok atau sandaran hidup utamanya. Sehingga, dalam mengorganisir, setiap orang harus dilihat dulu apa pekerjaannya dan apakah itu menjadi pekerjaan utama. Jika seseorang menyandarkan hidupnya pada pertanian, seharusnya ia diorganisir sebagai petani. Jadi, tidak akan menimbulkan kebingungan untuk mengorganisir-nya ke dalam sektor mana.

Namun, kelas-kelas petani jelas perlu diidentifikasi saat mengorganisir. Khususnya kelas petani manakah yang harus didahulukan. Analisa kelas tersebut bukan hanya memperlihatkan skala akumulasi kapital, tapi juga mencerminkan kesadaran kelas. Bagi petani kaya atau petani kapitalis, memang bisa berpeluang mengakumulasi kapital lebih banyak dan meningkat, namun, ia juga bisa menjadi miskin. Sehingga menyasar petani kaya untuk diorganisir terlebih dahulu tentu memakan waktu lama dan keliru.

Dari pemaparan Bernstein, petani marginal dan petani miskin yang berada di level paling rendah. Hal itu menunjukkan bahwa dua kelas tersebutlah yang paling merasakan penindasan kapitalisme di sektor agraria. Oleh karena itu, yang paling utama untuk diorganisir adalah petani miskin dan petani marginal.

Hal tersebut sejalan dengan pamflet dari Lenin “Sosialisme dan Kaum Tani,” memfokuskan pada kelas petani menengah dan miskin untuk diorganisir. Namun, Lenin juga tidak serta merta menyatakan bahwa petani kaya adalah musuh yang harus dihancurkan. Bagi Lenin, petani kaya dapat menjadi sekutu dan diorganisir. Itu karena petani kaya juga sewaktu-waktu dapat jatuh miskin, pun dengan kelas tani menengah.

Lalu bagaimana menentukan kelas-kelas dalam mengorganisir petani? Dalam paparan Bernstein, tidak ada usulan konkret. Setidaknya, Bernstein telah menunjukkan adanya kelas dan perkembangan kapitalisme sektor agraria yang berbeda-beda di setiap negara atau mungkin juga setiap desa. Sehingga, dalam akhir bukunya, ia menyatakan bahwa gerakan harus memberikan analisis konkret yang efektif atas perubahan yang ingin dilakukan. Dengan kata lain, analisis tersebut bisa kita lakukan dengan pergi ke desa-desa.

____________
Nur Ansar
Mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Jakarta.
Dapat dihubungi melalui email nuransar243@gmail.com, atau di Instagram @nur_ansar

________________________________
Jika
kawan-kawan hendak mengirimkan tulisan untuk dimuat di bukuprogresif.com, silahkan lihat syarat dan ketentuan ini.

Untuk mendapatkan email secara otomatis dari kami jika ada tulisan terbaru di bukuprogresif.com, silahkan masukan email anda di bawah ini dan klik Subscribe/Berlangganan. Setelah itu, kami akan mengirimkan email ke anda (kadang masuk di spam atau update) dan silahkan buka dan konfirmasi.

Related posts

Leave a Comment

× Ada yang bisa kami bantu?