Menghancurkan Mitos bahwa Perempuan Inferior dan Laki-laki Superior
Judul : Mitos Inferioritas Perempuan
Penulis : Evelyn Reed
Penerbit : Penerbit Independen
Cetakan : Pertama, Oktober 2019
Tebal : 140 halaman
Guys, apakah kalian pernah mendengar perkataan seperti ini: Perempuan enggak perlu sekolah tinggi-tinggi. Nanti, kalau sudah menjadi istri, pekerjaan perempuan paling-paling hanya mengurus anak, memasak di dapur, dan melayani suami. Atau, seperti ini: Boss, kapan ente akan menikah dan punya istri? Kalau kita punya istri, enak, lo. Kita enggak perlu repot-repot pergi ke warung membeli makanan, dan enggak perlu repot-repot juga memasukan pakaian-pakaian kotor ke laundry (bisnis pencucian pakaian) karena semua sudah diurus oleh istri. Gratis! Oh, iya, Boss juga enggak perlu sering-sering pergi ke tempat pelacuran untuk “mengasah pedang”. Sekali lagi, gratis, Boss!
Guys, kalian sadar enggak, sih, perkataan-perkataan seperti itu sebenarnya menunjukkan kalau kaum perempuan posisinya direndahkan, dan dianggap hanya sebagai pelayan atau budak rumah tangga. Lebih sialnya lagi nih, perendahan itu dilakukan karena perempuan dianggap sudah dari sononya seperti itu.
Anggapan kalau perempuan, dari sononya, lebih rendah dari laki-laki, adalah sebuah mitos. Mitos itu, dipatahkan oleh Evelyn Reed melalui buku yang ditulisnya, “Mitos Inferioritas Perempuan” (judul aslinya Problems of Women’s Liberation), yang diterjemahkan oleh Pramudya Ken Dipta, dan diterbitkan oleh Penerbit Independen, Yogyakarta. Melalui studi antropologinya, Reed menunjukkan bahwa perendahan kaum perempuan baru terjadi pada saat masyarakat telah terbagi dalam kelas-kelas yang saling bertentangan. Sebelumnya, kaum perempuan memiliki kedudukan yang terhormat.
Reed menunjukkan, saat manusia masih hidup dalam masyarakat komunisme primitif, merekalah yang mengembangkan piranti-piranti dasar hubungan sosial, ilmu pengobatan, dan ilmu kimia (2019: 18). Semua itu, dilakukan oleh perempuan secara berkelompok dalam komunitas.
Pertanyaan, apa yang menyebabkan perempuan memiliki kemampuan mengembangkan semua itu? Berikut ini adalah jawaban Reed:
Pada zaman komunisme primitif, telah terjadi pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Laki-laki bertugas memburu binatang, dan perempuan bertugas mengumpulkan bahan-bahan makanan berupa tumbuh-tumbuhan dan umbi-umbian.
Pembagian itu, dilakukan bukan tanpa alasan lo Guys. Kalian tahu enggak apa alasannya? Menurut Reed, supaya regenerasi manusia bisa terus berlangsung dan terjamin keamanannya.
Guys, kita semua sudah tahu kalau hanya kaum perempuan yang memiliki kemampuan untuk melahirkan anak, dan memiliki alat untuk menyusui. Karena kemampuannya itulah, kaum perempuan bertugas untuk menjaga agar anak-anak yang baru dilahirkan (generasi baru) dapat terawat dengan baik, dan terjaga keamanannya, dan untuk kepentingan inilah kaum perempuan, dalam pembagian kerja, mendapatkan jatah mengumpulkan bahan-bahan makanan berupa tumbuh-tumbuhan dan umbi-umbian. Riskan kiranya apabila kaum perempuan sambil menyusui anak-anak mereka ikut berburu. Aktivitas berburu membutuhkan ketenangan, konsentrasi, dan kebebasan bergerak, dan semua itu tidak mungkin terjadi apabila anak-anak ikut berburu. Selain itu, jika anak-anak ikut berburu, keselamatan mereka akan terancam oleh ganasnya binatang buas.
-
Paket Silvia FedericiProduk dengan diskon
Rp170.000Rp136.000 -
Patriarki dalam Pengupahan : Catatan tentang Marx Gender dan Feminisme – Silvia FedericiProduk dengan diskon
Rp85.000Rp72.250 -
Asal Usul Keluarga, Kepemilikan Pribadi, dan Negara – F. EngelsProduk dengan diskon
Rp120.000Rp108.000 -
Seks dalam Ketetapan Negara dan Tuhan – Soe Tjen MarchingProduk dengan diskon
Rp78.000Rp70.200 -
Feminisme dan Nasionalisme di Negara Dunia Ketiga – Kumari JayawardenaProduk dengan diskon
Rp120.000Rp108.000 -
Merebut Kembali Feminisme – Lola OlufemiProduk dengan diskon
Rp75.000Rp60.000 -
Memainkan Pelacur: Persoalan, Hak, dan Kerja dari Pekerjaan Seks – Melissa Gira GrantProduk dengan diskon
Rp65.000Rp52.000 -
Aborsi adalah Hak Perempuan! – Pat Grogan & Evelyn ReedProduk dengan diskon
Rp58.000Rp46.400 -
Membunuh Hantu Hantu Patriarki – Dea SafiraProduk dengan diskon
Rp65.000Rp54.600 -
Apakah Takdir Perempuan Sebagai Manusia Kelas Dua? – Evelyn ReedProduk dengan diskon
Rp65.000Rp52.000 -
Perempuan dan Perburuan Penyihir – Silvia FedericiProduk dengan diskon
Rp85.000Rp72.250 -
Dari Doing ke Undoing Gender: Teori dan Praktik Dalam Kajian FeminismeProduk dengan diskon
Rp100.000Rp84.000
Pekerjaan kaum perempuan yang bersentuhan langsung dengan pengurusan anak secara kolektif dan berbagai tumbuh-tumbuhan dan umbi-umbian itulah yang mendorong mereka untuk mengembangkan piranti-piranti dasar hubungan sosial, ilmu pengobatan tradisional dengan tumbuh-tumbuhan, dan ilmu kimia seperti merendam kulit di dalam baskom agar kulit dapat digunakan sebagai bahan dasar membuat berbagai kebutuhan sandang manusia (2019: 60).
Pada bagian kedua, buku berjudul “Mitos Inferioritas Perempuan”, Reed, secara mendetail, menunjukkan kalau kaum perempuan pada masa masyarakat komunisme primitif telah mengembangkan ilmu dan strategi mengontrol makanan, mengembangkan sains dan kedokteran, penciptaan dan pengendalian api, pembuatan perkakas dan pakaian berbahan dasar kulit, pembuatan pot dan hiasan, pembuatan tembikar, perancang arsitektur, dan masih banyak lagi.
Evelyn Reed juga menunjukkan kalau tenaga atau fisik perempuan enggak lemah, lo, seperti yang digembar-gemborkan dalam masyarakat berkelas hari ini, dan dicitrakan oleh banyak orang kalau perempuan adalah sosok manusia yang lemah-lembut, kemayu, tidak berdaya, dan harus dilindungi di bawah “ketiak” laki-laki. Coba, deh, kalian simak kutipan tulisan Evelyn Reed berikut ini:
Perempuan bukan hanya pekerja terampil dalam masyarakat komunisme primitif, mereka juga pengangkut berbagai barang dan peralatan. Sebelum hewan peliharaan menggantikan peran perempuan sebagai pembawa beban dipunggungnya, dalam pengangkutan itu, di punggung kaum perempuan berbagai barang dan peralatan diangkut. Dengan kata lain, kaum perempuan adalah alat transportasi di masa komunisme primitif. Mereka tidak hanya menganganggkut barang-barang untuk industri, tetapi juga seluruh barang kebutuhan rumah tangga yang dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain (diadaptasikan dan diedit dari 2019: 65—66).
Keren dan hebat banget ya Guys, peranan perempuan pada masa komunisme primitif.
Karena peranan dan kehebatan kaum perempuan itulah, kaum perempuan, pada saat itu, menduduki posisi yang sangat terhormat, bahkan mereka disebut sebagai ibu bumi yang tidak hanya melahirkan generasi-generasi baru, tetapi juga melahirkan berbagai kebutuhan hidup manusia. Oleh karena itu, struktur masyarakat saat itu adalah berstruktur matriarki yang menempatkan posisi perempuan pada posisi yang terhormat.
Namun begitu, bukan berarti posisi laki-laki direndahkan pada saat itu. Menurut Reed, posisi laki-laki sederajat dengan kaum perempuan. Dalam bukunya, Reed mencatat, “Berburu adalah latihan yang baik bagi tubuh dan otak. Aktivitas itu, merangsang sarana pengendalian diri, kerja sama, agresivitas, kecerdikan, dan penemuan (2019: 57)”. Melalui catatannya itu, Reed, secara tidak langsung, ingin menunjukkan bahwa kemampuan laki-laki tidak lebih rendah dari kaum perempuan, dan kedudukan atau posisi kaum perempuan dan laki-laki adalah setara.
Dalam perkembangannya, kesetaraan itu, dihancurkan tanpa ampun, Guys, dan kaum perempuan kedudukannya diturunkan sebagai manusia nomor dua atau diposisikan secara inferior (lebih rendah). Itu, terjadi pada 8.000 tahun yang lalu, pada masa masyarakat telah menemukan metode pertanian, dan semakin terkonsolidasi pada 5.000 tahun yang lalu. Saat itu, surplus kebutuhan hidup dapat diproduksi secara melimpah tanpa melibatkan kerja kolektif.
Evelyn Reed menulis:
Penemuan pertanian dan domestikasi terhadap ternak serta hewan-hean besar lainnya yang dilakukan oleh perempuan telah mendorong emansipasi bagi kaum laki-laki dari kehidupan berburu mereka. Perburuan kemudian direduksi menjadi olah raga, dan laki-laki telah dibebaskan. Mereka, kemudian, dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam kehidupan industri dan budaya masyarakat [yang sebelumnya telah diciptakan oleh kaum perempuan, ed.]. Melalui peningkatan pasokan makanan, populasi tumbuh. Tempat kamp nomaden diubah menjadi pusat desa karena mereka menjadi hidup menetap. Desa-desa itu, kemudian berkembang menjadi kota (2019: 72—73).
Lebih celakanya lagi, nih, kemampuan perempuan dalam melahirkan, yang merupakan sumber kehormatan kaum perempuan di masa komunisme primitif diubah sebagai legitimasi atau alasan pembenar untuk melempar posisi kaum perempuan pada posisi yang inferior, lemah, dan hanya mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang dianggap sepele atau remeh-temeh. Lebih jauh, perempuan pun hanya diposisikan sebagai alat produksi calon-calon pekerja, pelayan seks, dan budak rumah tangga. Dalam kondisi seperti itulah, kemudian budaya patriarki—dominasi kamu laki-laki terhadap kaum perempuan—muncul dan dipelihara terus sampai hari ini.
-
Ekofeminisme: Kritik Sastra Berwawasan Ekologis dan FeminisProduk dengan diskon
Rp55.000Rp46.200 -
Perempuan Dalam Budaya PatriarkiProduk dengan diskon
Rp85.000Rp71.000 -
Feminisme untuk PemulaProduk dengan diskon
Rp58.000Rp49.300
Menurut Evelyn Reed, penindasan yang dialami oleh kaum perempuan berakar pada struktur kelas yang ada di dalam masyarakat (2019: 80). Sebagaimana telah ditunjukkan di muka, bahwa pada saat masyarakat sudah menemukan metode pertanian, hidup menetap (sedentaris), dan surplus pun berlimpah, pada saat itulah struktur kelas dalam kehidupan masyarakat terjadi. Mengapa struktur kelas dapat terjadi? Jawabannya, karena melalui surplus berlebih masyarakat tidak perlu bekerja secara kolektif, orang per orang dapat memproduksinya. Kondisi seperti itulah, yang dalam perkembangannya, orang yang dapat menumpuk surplus secara lebih berlimpah dibandingnya dengan orang lainnya memiliki kepentingan menguasai orang lain sebagai budak. Kaum perempuan, dalam kondisi seperti itu, menjadi korban bagi terjadinya perbudakan dan inferioritas.
Karena akar dari masalah inferioritas perempuan adalah struktur kelas, Reed menegaskan bahwa kelas melawan kelas harus menjadi pedoman dalam pembebasan manusia pada umumnya, dan pembebasan kaum perempuan pada khususnya (2019: 80).
Evelyn Reed, di dalam buku yang ditulisnya, mengingatkan, dalam sistem ekonomi-politik berorientasi perampokan terhadap tenaga kerja manusia dan false consciousness, “Kesadaran atau psikologi ibu-ibu rumah tangga diubah melalui gaya hidup dan iklan agar mereka bergairah dalam membeli, pelahap barang dagangan, dan pelayan seks. Majalah-majalah dijejali dengan gaya hidup konsumtif dan tidak produktif” (lihat: 2019: 116). Secara tidak langsung, melalui peringatannya itu, Reed berupaya mengatakan kalau inferioritas kaum perempuan sangat berkaitan dengan struktur kelas, dan melalui struktur itu kaum perempuan dikondisikan sebagai objek eksploitasi kesadaran atau psikologi demi kepentingan modal dan penumpukan surplus bagi orang per orang atau individu-individu pemilik modal.
Oleh karena itu Guys, tanpa berpedoman para penghancuran struktur kelas, maka pembebasan umat manusia atau lebih khusus pembebasan perempuan tidak akan pernah terjadi.
_________________________
Ismantoro Dwi Yuwono
Redaktur di Penerbit Paragraft, sebuah penerbitan yang fokus pada buku-buku kritis dan progresif.
________________________________
Jika kawan-kawan hendak mengirimkan tulisan untuk dimuat di bukuprogresif.com, silahkan lihat syarat dan ketentuan ini.
Untuk mendapatkan email secara otomatis dari kami jika ada tulisan terbaru di bukuprogresif.com, silahkan masukan email anda di bawah ini dan klik Subscribe. Setelah itu, kami akan mengirimkan email ke anda dan silahkan buka dan konfirmasi.