Jangan Tertinggal di Jagad Maya: Fenomena Fear of Missing Out Bagi Pecandu Media Sosial
Internet merupakan salah satu bentuk evolusi perkembangan komunikasi dan teknologi yang sangat berpengaruh pada kehidupan manusia saat ini. Salah satu akibat adanya internet adalah perubahan signifikan dalam pola interaksi sosial primer antar individu. Percakapan konvensional seperti tatap muka telah digantikan peranannya dengan internet message, video call dan social media. Hal ini dimungkinkan karena kekurangan-kekurangan yang dimiliki komunikasi konvensional seperti jarak dan waktu yang kemudian dapat ditutupi oleh internet (Hampton, Lauren, & Eun, 2011). Kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh internet secara tidak langsung menyebabkan seseorang memiliki tingkat ketergantungan cukup tinggi terhadap internet dan cenderung menunjukkan gejala kecanduan atau addict (Young & de Abreu, 2011).
Keberadaan internet merubah perilaku seseorang dalam banyak aspek kehidupan, misalnya dalam hal penggalian suatu informasi, perilaku belanja, menghabiskan waktu luang serta terutama dalam hal bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain (Hamburger & Ben-Artzi, 2000). Para pengguna internet berinteraksi dengan orang lain melalui salah satu jenis situs yang cukup populer, yaitu situs jejaring sosial atau dengan istilah lain yang lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai media sosial. Berdasarkan laporan tahunan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2018, mengungkapkan bahwa terdapat 143,26 juta jiwa (87,13%) pengguna aktif media sosial. Banyak media sosial yang digunakan pengguna internet saat ini, seperti MySpace, Linked In, Instagram, Facebook, Twitter, You Tube, Line dan Whats–Up. Media sosial yang paling popular di Indonesia saat ini adalah Instagram dan Twitter.
Banyaknya media sosial yang hadir di Indonesia mendorong pengguna internet memiliki lebih dari satu akun media sosial. Semakin banyak akun yang dikelola seorang pengguna internet, maka durasi waktu yang digunakan untuk mengakses media sosial juga akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan pengguna media sosial akan berusaha memelihara pertemanan secara intens di masing-masing akun media sosial (Raacke & Jennifer 2008). Terdapat indikasi yang signifikan saat ini di mana pengguna menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk mengakses media sosial. Hal tersebut terjadi karena adanya keinginan untuk terkoneksi lebih lama dengan media sosial.
Keinginan untuk terkoneksi dengan media sosial secara terus-menerus tersebut disebabkan karena adanya rasa takut kehilangan moment penting.
Keinginan untuk terkoneksi dengan media sosial secara terus-menerus tersebut disebabkan karena adanya rasa takut kehilangan moment penting. Rasa takut kehilangan itulah yang dikenal dengan istilah Fear of Missing Out (FoMO). Dalam konteks psikologi, Przybylski, Murayama, DeHaan, dan Gladwell (2013) mengemukakan bahwa FoMO adalah perasaan cemas, gelisah dan takut akan kehilangan momen berharga yang dimiliki teman atau kelompok teman sebaya, sementara ia tidak dapat terlibat di dalamnya. FoMO merupakan isu baru dari perilaku individu di dunia cyber psychology. Penelitian secara konseptual baru dilakukan oleh 2 pihak yaitu: JWT Intelligence tahun 2012 dan oleh Andrew Przybylski tahun 2013.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh JWT-Intelligence, sebanyak 40% pengguna internet di dunia mengalami fear of missing out (JWT-Intelligence, 2012). FoMO merupakan salah satu bentuk gangguan kecemasan sosial (social anxiety disorder) yang ditandai dengan adanya keinginan untuk selalu mengetahui apa yang orang lain lakukan terutama melalui media sosial (Przybylski et al., 2013). FoMO merupakan ketakutan akan kehilangan momen berharga individu atau kelompok lain, di mana individu tersebut tidak dapat hadir didalamnya dan ditandai dengan keinginan untuk tetap terus terhubung dengan apa yang orang lain lakukan melalui media sosial. Secara sederhana FoMO dapat didefinisikan sebagai ketakutan akan ketertinggalan informasi yang sedang terjadi.
Fenomena FoMO ditandai dengan adanya keinginan untuk terus berhubungan dengan apa yang individu lain lakukan melalui dunia maya. FoMO pada dasarnya merupakan kecemasan sosial yang dianggap biasa. Akan tetapi dengan perkembangan media sosial saat ini, menyebabkan fenomena FoMO menjadi lebih meningkat. FoMO menimbulkan perasaan kehilangan, stres dan merasa jauh jika tidak mengetahui peristiwa penting individu lain. Dengan demikian, seseorang akan sangat fokus pada dirinya sendiri dan bisa menjadi sangat terserap aktivitasnya dalam menggunakan media sosial serta merasakan sensasi-sensasi kesenangan yang memunculkan ketertarikan yang kuat untuk tetap menggunakan media sosial tersebut secara berlebihan. Hal ini didasarkan pada pandangan determinasi bahwa media sosial memberikan efek pembanding antar para pengguna mengenai tingkat kesejahteraan serta persepsi kebahagiaan menurut orang lain. Media sosial memberikan jalan kepada seseorang untuk membiarkan orang lain mengetahui perilaku-perilaku yang terjadi dalam hidupnya sebagai bentuk penghargaan dirinya dan ketika orang lain melihat persepsi yang dimunculkan. Hal tersebut diterjemahkan sebagai bentuk kebahagiaan yang sebenarnya. Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat beberapa ciri-ciri umum seseorang mengalami fear of missing out (FoMO):
- Sering membuka media sosial hampir disetiap waktu.
- Terlalu lama berelasi di dunia maya sampai lupa akan dunia sosial sekitar
- Melupakan dan menganggap dunia nyata kurang bermanfaat karena menguras waktu dan tenaga.
- Banyak berkorban demi jadi individu yang update di media sosial.
- Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap berbagai hal yang ada di link-link dalam media sosial dan penasaran terhadap pemberitahuan atau notifikasi yang muncul di akun media sosial, sekalipun tidak ada hubungan sama sekali dengan pribadi individu tersebut.
- Mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi akan kronologi atau timeline seseorang di media sosial serta percakapan orang lain di media sosial.
- Mempunyai perasaan khawatir yang berlebihan, bahkan merasa bersalah karena lama tidak membuka media sosial.
- Merasa gelisah hampir setiap saat jika tidak membuka media sosial
- Tidak konsentrasi ketika dalam pembicaraan dengan orang lain di dunia nyata.
Dari gejala umum yang dipaparkan ini, jelaslah bahwa FoMO memberikan pengaruh atau implikasi negatif terhadap kehidupan bersama. Dari beberapa penelitian yang ditemukan, FoMO terbukti menjadi prediktor dari beberapa perilaku yang merugikan, yaitu perilaku mengecek smartphone, ketergantungan pada smartphone dan perubahan emosi yang cepat (Salehan & Negahban 2013). Kecenderungan munculnya FoMO juga terbukti membuat individu mengalami distraksi ketika belajar atau mengendarai kendaraan dan lebih terlibat dalam perilaku beresiko seperti konsumsi minuman beralkohol serta menurunnya tingkat kepuasan hidup (Riordan, Flett, Hunter, Scarf, & Conner, 2015). Implikasi negatif yang ditimbulkan ini membuktikan bahwa FoMO merupakan fenomena yang memprihatinkan, karena keberadaan FoMO dapat mendistraksi seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari hingga mengancam kesejahteraan psikologis seorang individu.
ari beberapa penelitian yang ditemukan, FoMO terbukti menjadi prediktor dari beberapa perilaku yang merugikan, yaitu perilaku mengecek smartphone, ketergantungan pada smartphone dan perubahan emosi yang cepat.
Bertolak dari implikasi negatif tersebut, maka sudah sepatutnya kita menjaga diri agar tidak sampai mengalaminya. Bagi orang yang sudah memiliki kadar FoMO tinggi, hal ini bisa menimbulkan masalah karena orang tersebut cenderung untuk selalu mengecek akun media sosialnya dan melihat apa saja yang dilakukan teman-teman hingga dia rela mengabaikan aktivitasnya sendiri. Memang media sosial memiliki manfaat positif yang cukup besar terhadap pola relasi pertemanan saat ini, tetapi persepsi tentang bagaimana orang menggunakan media sosial itu sendiri mulai berubah. Orang tidak lagi menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer hanya untuk sekedar membuka atau mengakses akun media sosial, namun cenderung menggunakannya untuk mengikuti kehidupan orang lain. Akibatnya, orang tersebut mengalami ketakutan ketika ia tertinggal dari teman-temannya yang lebih up to date. Oleh karena itu, kita perlu belajar untuk mengendalikan penggunaan media sosial, terutama mengurangi frekuensinya menjadi sedang atau biasa-biasa saja. Sebab, jika tidak, fenomena FoMO ini akan menciptakan pedang bermata dua bagi para penggunaan media sosial sendiri.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengatasinya? Karena FoMO dilatari oleh ketidak-bahagiaan dan rasa kurang puas, maka kunci untuk mengatasinya adalah dengan cara bersyukur dan berbahagia. Paul Dolan, penulis Happiness by Design, menyebutkan bahwa kebahagiaan ditentukan oleh bagaimana kita mengalokasikan perhatian. Berhenti memperhatikan media sosial bisa menjadi solusi awal. Kemudian bersyukurlah. Syukuri setiap hal, apa pun itu. Temukan sisi terang di setiap sudut yang kekurangan cahaya. Lalu nikmati kehidupan yang seimbang: belajar, bekerja, makan, tidur, tertawa, berbincang, memberi, mencintai secara nyata dan bukan maya. Ciptakanlah dunia yang nyata supaya rasa tertinggal di jagad maya bisa teratasi. Berusahalan agar jangan sampai merasa tertinggal di jagat maya, karena dunia yang sesungguhnya adalah dunia yang nyata.
_______________________
Eduardus Johanes Sahagun
Penulis adalah mahasiswa Magister Psikologi di Universitas Gadjah Mada.
Daftar Pustaka:
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), (2017). Diakses pada Senin, 27 Februari 2019, pukul 22:40 WIB. Sumber: https://www.apjii.or.id/
Hamburger, Y.A., & Ben-Artzi, E. (2000). The Relationship Between Extraversion and Neuroticism and The Different Uses of The Internet. Journal Computers in Human Behavior Vol.16, No.4, p.441-449
Hampton, N. Keith., Lauren, F. Sessions., & Eun Ja Her. (2011). Core Networks, Social Isolation and New Media: How Internet and Mobile Phone Use is Related to Network Size and Diversity. Journal Information, Communication & Society, Vol.14, No.1, p.130-155
John Walter Thompson Intelligence (JWT-Intelligence) (2012). Fear of Missing Out. Trend Research in Media Publications Database. Diakses pada Selasa, 27 Maret 2018. Pukul. 13.05. Sumber: https://mediapublicationsdb.wordpress.com/2012/03/08/fomo-fear-of-missing-out-by-jwt-intelligence/
Przybylski, A.K, Murayama, K., DeHaan, C.R., dan Gladwell, V. (2013). Motivational, Emotional, And Behavioral Correlates Of Fear Of Missing Out. Journal Computers In Human Behavior. Volume 29, No.4, p.1841-1848
Raacke, John., Jennifer, Bonds-Raacke (2008). MySpace and Facebook: Applying the Uses and Gratifications Theory to Exploring Friend-Networking Sites. Journal Cyber Psychology & Behavior, Vol. 11, No. 2, p.423-446
Riordan., Flett., dkk (2015). Smartphone Use and Smartphone Addiction Among Young People in Switzerland. Journal of Behavioral Addictions, Vol.4, No.4 p.56-78
Salehan, Mohammad., & Negahban, Arash. (2013). Social Networking on Smartphones: When Mobile Phones Become Addictive. Journal Computers in Human Behavior, Volume 29, Issue 6, p.2632-2639
Young, S. Kimberly., & De Abreu, C. Nabuco. (2011). Internet Addiction: A Handbook and Guide to Evaluation and Treatment. USA: Jhon Wiley & Sons.