Esai

Aktivis dan Kedisiplinan Terhadap Waktu

Tugas mulia dari seorang intelektual progresif adalah menjadi aktivis. Mengapa begitu? dengan menjadi aktivis, seorang intelektual tidak saja, secara konkret, memposisikan diri sebagai penentang sistem yang menindas, tetapi dia, tentu saja, memposisikan diri pula sebagai intelektual yang berpihak kepada kepentingan kaum yang tertindas. Jika, kemuliaan diartikan dengan kehormatan, maka kaum intelektual yang turun bersama rakyat, melakukan perlawanan terhadap sistem yang menindas, adalah kaum yang terhormat.

Menarik kiranya untuk memberikan catatan terhadap fenomena kemunculan kaum intelektual progresif, yang kemudian mengukuhkan diri menjadi aktivis. Catatan, yang akan mengingatkan orang pada genealogi dari pemikiran kritis-praksis para aktivis, sehingga melalui itu aktivis, diharapkan, akan menyadari asal-usul keberadaannya sehingga akan mengingatkan mereka untuk selalu berpihak pada kaum yang tertindas, bukan sebaliknya.

Kemunculan kapitalisme tidak saja menyebabkan kerusakan pada tatanan masyarakat lama, masyarakat feodal, tetapi juga melahirkan dua hal yang menopang kemunculannya, yakni kaum intelektual dan buruh. Melalui kaum intelektual, kapitalis memiliki kekuatan untuk menghancurkan tatanan lama dan mendorong semakin berkembangnya alat-alat—mesin—produksi (Marx dan Engels mengingatkan dalam pamflet “Manifesto Partai Komunis” bahwa kapitalisme dapat berkembang karena sistem yang menindas ini selalu merevolusionerkan alat-alat produksinya). Dan, melalui buruh-buruh yang dilahirkannya, sistem itu memiliki kekuatan untuk melakukan akumulasi kapital. Dengan begitu, kaum intelektual dan buruh, sebenarnya berasal dari rahim dan lahir dari induk yang sama: sistem kapitalisme.

Kemunculan kapitalisme tidak hanya ditandai oleh terjadinya kontradiksi antara sistem perekonomian penguasaan modal dan penguasaan tanah beserta tenaga kerjanya—kapitalisme versus feodalisme—, tetapi juga ditandai oleh terjadinya kontradiksi di dalam sistem kapitalisme itu sendiri. Di mana letak kontradiksi itu? Di muka, aku telah menunjukan, kemunculan kapitalisme selain melahirkan kaum intelektual, dia juga melahirkan kaum buruh. Dua kaum itu, selain memainkan peran sebagai penopang keberadaan kapitalisme, mereka juga memainkan peran sebagai kekuatan yang dapat menghancurkan kapitalisme.

Kaum intelektual tidak selamanya lahir untuk melayani kepentingan kapital, sebagian diantaranya melakukan penelikungan dan berpihak pada kepentingan kaum yang tertindas. Demikian pula halnya dengan kaum buruh. Kaum buruh tidak selamanya dapat ditundukan oleh hegemoni kapitalisme, tetapi mereka sewaktu-waktu dapat bangkit, menolak hegemoni itu, dan melakukan perlawanan. Kedua kaum itu, apabila dijadikan satu menjadi satu kekuatan, akan menjelma menjadi kekuatan yang maha hebat yang mengancam keberadaan dan bahkan dapat menghancurkan sistem kapitalisme.

Teori Marxis tentang perekonomian sistem kapitalisme menunjukkan bahwa akumulasi dilakukan oleh kelas kapitalis melalui eksploitasi upah buruh. Eksploitasi itu, dilakukan dengan cara memperpanjang waktu kerja buruh melebih waktu kerja yang mereka butuhkan untuk menghidupi dirinya sendiri. Misalnya, seorang buruh cukup bekerja selama 3 jam sehari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam sehari, namun dia harus bekerja lebih dari 3 jam, yakni 8 jam, dalam sehari supaya kapitalis dapat mengakumulasi kapitalnya.

Betapa berharganya waktu bagi kelas kapitalis dalam melakukan akumulasi kapital. Ketaatan terhadap jam atau waktu kerja akan menjamin kapitalis dapat melakukan akumulasi kekayaannya, dan ketidaktaatan terhadap itu akan merugikan kapitalis.

Betapa berharganya waktu bagi kelas kapitalis dalam melakukan akumulasi kapital. Oleh sebab itu, untuk kepentingan akumulasi, kelas kapitalis, di berbagai perusahaan, di berbagai pabrik, berupaya dengan keras mendisiplinkan buruh-buruhnya supaya mentaati jam-jam kerja dan istirahat secara ketat. Ketaatan terhadap jam atau waktu kerja akan menjamin kapitalis dapat melakukan akumulasi kekayaannya, dan ketidaktaatan terhadap itu akan merugikan kapitalis. Dengan begitu, aksi massa, dalam bentuk pemogokan kerja, jelas akan merugikan kapitalis.

Krisis-krisis yang menimpa sistem kapitalisme selalu berakar dari masalah akumulasi kapital, entah dalam bentuk over produksi atau kelebihan produksi, entah dalam bentuk kalah dalam bersaing. Dalam kasus over produksi, barang dagangan tidak terjual di suatu negeri karena terlalu berlimpah. Dalam kasus kalah bersaing, kapitalis-kapitalis bermodal kecil digilas oleh kapitalis-kapitalis monopoli-imperialisme bermodal besar, sehingga mereka harus menekan upah dan memperpanjang waktu kerja buruh. Tindakan itu, tidak bisa terus-menerus dilakukan. Oleh sebab itu, mereka pun bangkrut, kalah dalam persaingan.

Sistem kapitalisme yang sedang mengalami krisis tidak hanya menyebabkan masalah dalam akumulasi, tetapi juga menyebabkan buruh merasa semakin ditindas. Supaya barang dagangan dapat dijual dengan harga murah, dan dapat bersaing dengan barang-barang dagangan dari kapitalisme monopoli atau imperialisme, kapitalisme bermodal kecil akan menekan upah buruh dan memperpanjang waktu kerjanya. Penekanan dan perpanjangan itu, membuat buruh sadar kalau mereka sedang berada dalam kondisi yang semakin tereksploitasi, semakin ditindas. Oleh sebab itulah, kemudian buruh sadar, dan meletuslah perlawanan.

Perlawanan buruh atau kaum yang tertindas ada dua bentuk, yakni perlawanan spontan dan perlawanan yang terorganisasi. Perlawanan spontan, adalah perlawanan yang muncul karena improvisasi, tidak terencana, dan tanpa kepemimpinan. Sedangkan, perlawanan terorganisasi, adalah perlawanan yang terpimpin, terencana, dan terprogram.

Perlawanan yang terpimpin, terencana, dan terprogram mensyaratkan hadirnya kaum intelektual progresif atau aktivis yang memainkan peran kepemimpinan, baik kepemimpinan dalam melakukan perlawanan maupun kepemimpinan ideologis.

Kedisiplinan terhadap waktu akan menunjukkan kepada massa rakyat, massa yang tertindas, bahwa kaum aktivis memang benar-benar serius dan memiliki komitmen yang kuat dalam memperjuangkan nasib massa rakyat yang mengalami penindasan.

Karena betapa pentingnya peranan kepemimpinan dalam perlawanan, maka kaum aktivis harus benar-benar memperhatikan peran kedisiplinan dalam berjuang, baik kedisiplinan dalam hal manajemen maupun kedisiplinan terhadap waktu. Kedisiplinan dalam hal manajemen akan mempermudah aktivis untuk membuat rancangan dan program perlawanan. Sedangkan, kedisiplinan terhadap waktu akan menunjukkan kepada massa rakyat, massa yang tertindas, bahwa kaum aktivis memang benar-benar serius dan memiliki komitmen yang kuat dalam memperjuangkan nasib massa rakyat yang mengalami penindasan. Ringkasnya, melalui kedisiplinan terhadap waktu, kaum aktivis membuktikan tanggung jawabnya dalam memimpin perlawanan.

*** *** ***

Kedisiplinan terhadap waktu identik dengan perilaku menghargai orang lain. Disiplin artinya patuh terhadap aturan main yang telah disepakati bersama. Ketika orang patuh pada aturan main, artinya dia menghargai orang lain, orang yang telah membuat kesepakatan dengannya. Dengan menghargai orang lain, orang lain akan percaya padanya. Dan, dengan terbangunnya hubungan kepercayaan antar-aktivis serta antara aktivis dan massa rakyat, hal itu akan memberikan jalan bagi terbangunnya kekuataan yang kokoh dalam perjuangan melawan penindasan, menumbangkan sistem kapitalisme yang sangat berengsek.

Kedisiplinan terhadap waktu mencerminkan perilaku aktivis yang menghargai waktu. Setiap jam yang berlalu, bagi aktivis yang memiliki disiplin, harus merupakan tanda bahwa dia tengah menjalankan agenda-agenda yang telah direncanakan sebelumnya, sesederhana apa pun agenda itu. Agenda-agenda yang terencana, yang tidak dapat dilepaskan dengan alokasi waktu yang terencana pula, menunjukkan kalau aktivis yang bersangkutan serius dalam berjuang. Dengan begitu, keseriusan dalam berjuang ditandai dengan kedisiplinan terhadap waktu, penghargaan terhadap waktu.

Kedisiplinan terhadap waktu tersebut, memainkan peranan yang sangat signifikan (penting/berarti) ketika aktivis berinteraksi dengan massa rakyat. Misalnya, untuk mengorganisasi buruh aktivis harus pandai-pandai membaca pada jam-jam berapa buruh memiliki waktu luang, waktu di luar jam kerjanya. Ketidak pandaian dalam melakukan pembacaan itu, akan membuat aktivis ditinggalkan oleh buruh-buruh yang akan diorganisasirnya karena dinilai tidak tanggap terhadap jam-jam produktif mereka. Misalnya lagi, ketika aktivis datang tepat waktu pada suatu pertemuan yang telah diagendakan menunjukkan bahwa dia menghargai jam-jam produktif orang-orang yang hadir dalam pertemuan tersebut. Keterlambatan hadir, menandakan bahwa dia tidak menghargai waktu, ketidakseriusan, dan lebih parahnya lagi, dia sebenarnya telah menyita waktu produktif orang-orang yang ada di dalam pertemuan.

Dengan seringnya aktivis terlambat hadir dalam suatu agenda pertemuan, menunjukkan kalau dia orang yang egois yang tidak pernah berpikir kalau, bisa saja, diantara orang-orang yang hadir dalam pertemuan telah bersusah payah menyisihkan waktunya demi pertemuan, dan dengan keterlambatan itu dia sebenarnya telah melakukan tindakan kurang ajar terhadap orang yang sudah bersusah payah itu.

Dengan seringnya aktivis terlambat hadir dalam suatu agenda pertemuan, menunjukkan kalau dia orang yang egois yang tidak pernah berpikir kalau, bisa saja, diantara orang-orang yang hadir dalam pertemuan telah bersusah payah menyisihkan waktunya demi pertemuan, dan dengan keterlambatan itu dia sebenarnya telah melakukan tindakan kurang ajar terhadap orang yang sudah bersusah payah itu. Terlebih lagi, karena keterlambatan itu, agenda menjadi dibatalkan. Sungguh perilaku yang lebih dari kurang ajar! Berangkat dari situ, maka tidak berlebihan kiranya apabila dikatakan aktivis-aktivis yang tidak berdisiplin dengan waktu, sebenarnya adalah sampah dalam organisasi, musuh bagi rakyat.

Kedisiplinan aktivis terhadap waktu seperti sekrup yang terpasang di sebuah mesin yang sedang berjalan, semakin berdisiplin semakin terpasang dengan kuatlah sekrup itu. Konkretnya, semakin berdisiplin aktivis terhadap waktu akan semakin kuatlah terbangunnya kepercayaan antaraktivis serta antara aktivis dan massa rakyat.

Dalam tradisi dialektika Marxis, waktu memainkan peranan yang menentukan dalam gerak perubahan. Melalui waktu, kuantitas akan terakumulasi secara evolusioner, dan kemudian berubah dan melompat menjadi kualitas. Aktivis yang memiliki komitmen dan konsisten terhadap kedisiplinan terhadap waktu secara bertahap akan menjadi sosok pejuang yang cermat dalam menyusun strategi perjuangan, tepat dalam memprediksi situasi, dan memiliki kekuatan pukul yang bertenaga dalam proses penumbangan sistem yang menindas.

______________________

Ismantoro Dwi Yuwono
Penulis adalah seorang aktivis & bekerja sebagai penerbit buku-buku kiri.
Memiliki minat kajian dalam teori marxisme dan gerakan sosial.

Tulisan ini sebelumnya dimuat di Blog Pribadi Penulis, dimuat ulang untuk tujuan penyebaran gagasan.

Related posts

Leave a Comment

× Ada yang bisa kami bantu?